Sabtu, 13 Juni 2015

Bola Api

Pukul 09.30 pagi.............. Besok akan menjadi yang hebat dan besar untuk saya, khususnya, untuk seluruh siswa kelas satu Madrasah Alhikamus Salafiah Tingkat Aliyah. Karena, seperti tahun-tahun sebelumnya, di sekolah kami selalu mengadakan tradisi yang mungkin paling ditunggu-tunggu oleh seluruh penduduk di desa Babakan Ciwaringin. Iya, tepat. Acara bola api dan petasanya adalah menu wajib yang harus ada untuk menyemarakkan acara khataman di madrasah kami sebagai bentuk dari rasa syukur kami sebagai santri atau pun siswa yang telah belajar di madrasah kami tercinta, Madrasah Alhikamus Salafiah. Konon, dawuh dari masayyikh Babakan KH. Makhtum hannan, dahulu permainan bola api ini, bolanya dari batu. Terus bermainya pun bukan di tanah seperti permainan bola biasanya melainkan di atas air. Tentunya itu merupakan sesuatu yang tak lazim. Namun, itu bukan halangan untuk parasantri jaman dahulu untuk terus menjalankan eksistensi budaya bola api ersebut. Dengan niat dan keyakinan yang begitu kuat akan kekuasaan allah SWT. Serta Riyadhlloh yang sungguh-sungguh, tradisi bola api ini tetap ada dan setiap tahun dapat berjalan. Mungkin, sudah sebulan ini kami sibuk dengan tradisi bola api, meski sejatinya kami sudah sejak bulan januari lalu melakukan persiapan. Namun, kesaemangatan seluruh siswa kelas satu aliyah begitu terlihat dua bulan menjelang hari H tiba. Mereka dengan giat melakukan wirid dan berdo’a di Maqbaroh KH. Abdul Hannan setiap jam satu malam dan selesai jam setengah empat pagi. Sesungguhnya, itu bukan perkara yang mudah untuk dijalankan. Namun, dengan niat untuk belajar melakukan syiar dimasyarakat, dua bulan tersebut telah kami lalui dengan semangat himgga ubun-ubun kepala kami. Saya pribadi, dalam praktek wirid tersebut menemukan begitu banyak keindahan serta pelajaran yang begitu teramat dalam. Salah satunya tentang kebersamaan atau solidaritas. Tanpa semua itu, mustahil sekali acara atau tradisi ini bisa berjalan dengan sukses hingga saat ini. Keindahan yang saya temukan saat praktek wirid tersebut, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri betapa lelah kami, anak kelas satu aliyah ketika setiap malam melakukan wirid tersebut. Tidak sedikit teman saya yang “tepar”saat wirid berlangsung. Kepala mereka mengangguk-angguk tanpa mereka sadar. Rasa kantuk yang begitu dahsyat mereka terjang selama 2 bulan. Itu adalah sikap sabar dari seluruh siswa kelas 1 aliyah. Dan menurut saya pribadi, itu semua merupakan bentuk dari keindahan hati kami semua. Terahir, semoga kami semua merasakan hasil dari jeripayah kami slama 2 bulan. Dimana selam 2 bulan tersebut, tulang kami seakan menjerit agar terlaksanaya tradisi ini. Tidak lupa untuk anak-anak yang terkena petasan, semoga semua selamat tanpa lecet sedikit pun. Amin. Semoga besok acara berjalan lancar dan tanpa ada kendala sedikitpun. ... Salam kreatifitas.. Salam santri... 29 mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar