Sabtu, 04 Juli 2015

My Literary

Pengajihan ba’da Ashar Hari itu, aku tengah begitu giat. Sudah menjadi kebiasaan sehari-hari ketika sholat ashar, aku di amanati untuk memimpin jamaah di mushola. Padahal, saat itu hari rabu. Hari dimana aku selalu disibukkan jadwal kegiatan-kegiatan serta rutinitas ku. Biasanya, sepulang kuliah pukul 15.45 wib aku selalu kelelahan. Namun entah mengapa hari itu, sepulang kuliah aku langsung menuju mushola dan menjumpai teman akrab ku, vale. Disana, ia tengah tadarus alqur’an. Dia selalu rajin Langit kelabu berpadu dengan awan putih yang mulai menjingga, menjadikanya lukisan senja nan indah untuk mengahiri aktivitas hari ku yang teramat sibuk. Dengan nyanyian para burung di belakang mushola yang melengkapi cerita hari ku pagi tadi. Kini, sorot mata ku tengah berhiaskan para santri yang bersliweran mengambil air wudhu untuk bersiap-siap menjalankan rutinitas kami ketika suara adzan maghrib akan mulai menggema melenting keangkasa. Sebagian dari mereka masih ada yang mengantri giliran mandi sore, Bahkan tidak sedikit juga yang terlihat masih santai duduk-duduk di depan beranda bilik mereka sambil bercanda tawa. Namun ketika adzan maghrib benar-benar telah berkumandang, hampir 90% persen santri sudah berkumpul di musholla untuk melaksanakan sholat maghrib berjamaah. Kini, aku tengah duduk dengan bersimpuh sembari membuka lembaran demi lembaran kitab yang akan aku kaji beberapa saat lagi sebelum shalat maghrib di mulai. Sesaat ku jelajahi sekitar ku, ku jumpai mereka dengan aktivitas masing-masing. Di pojok timur ada geng brandal elit yang diketuai oleh ayat. Dengan gayanya yang sok ahli politik, ia ketuai Geng aneh yang mulai marak dan sering di elu-elukan, entah itu oleh ia sendiri, ataupun oleh para anggotanya itu. Ku lempar tersenyum tipis untuk tingkah-tingkah gokil dan over konyol yang biasa mereka selebrasikan di tengah mushola ini. Pandangan ku sedikit bergeser ke arah kanan gerombolan tadi. Ada teman sekamar ku ayung yang tengah begitu mesra dengan kitab nadhomanya. Sesekali ia merayu agar dapat menghapalnya dengan mudah. Ia selalu asyik bercumbu dengan hapalan-hapalanya tanpa perduli teman-teman yang terkadang agak kesal dengan kemesraan dia dengan kitab lusuhnya itu. Ckckc,, ada-ada saja. Aku pun tidak mau kalah. Aku juga membawa misi dari rumah ku. Aku kembali mebuka setiap lipatan buku yang aku buka sesekali membacanya. Beberapa saat, sosok tubuh yang berkopiyah putih tengah mengkayuh sepeda ontelnya kearah mushola tempat kami berkumpul. Ky haji marzuqi ahal atau kami biasa memanggilnya kang juki. ya, beliau adalah guru yang beberapa saat lalu kami tunggu. Aku selalu merasa damai melihat wajah itu. Beliau adalah adik dari pengasuh kami. Aku tersenyum dan merasa sangat bersemangat menyambut setiap kalimat yang akan beliau ucapkan, yang pastinya menyimpan begitu banyak arti jika memang kami memahaminya. Ku lihat, partner ku dalam kepengurusan bidang jam’iyah menyiapkan tempat untuk beliau. Ada juga yang memukul kentongan mengisyaratkan kepada beberapa teman kami yang belum siap dan masih berada di bilik masing-masing tentang pengajian yang akan segera di mulai. Sesaat beliau duduk dan membaca do’a untuk memulai proses belajar. tak berselang terlalu lama beliau pun membuka kitabnya dan segera membacakan apa yang akan di bahas pada sore ini. Setalah selesai membacakan pembahasan tentang ilmu fiqih pada bab khutbah, beliau pun langsung menjelaskanya dengan gamblang dan begitu terperinci. Tidak jarang beliau juga menyelipkan candaan dalam penjelasanya agar tidak merasa terlalu tegang ketika beliau tengah menjelaskan pembahasanya Ahirnya, proses transformasi ilmu itu berlalu dengan begitu cepat. Terasa sangat cepat hingga rasanya kami ingin selalu dan tetap mendengarkan penjelasan-penjelasan beliau tentang bab-bab lain dan fan fan ilmu lainya. Kang juki memang dikenal begitu mahir dalam ilmu mantiq dan balaghohnya yang menurut penjelasan, kedua fan ilmu tersebut adalah ilmu olah kata yang terkesan membuat kita tak merasa bosan dengan pengajian-pengajian beliau. Setelah beliau beranjak dari tempat diduknya, kami melantunkan do’a yang telah biasa kami baca ketika menutup sebuah pengajian. Sinar jingga sang mentari yang sejak tadi menemani pengajian kami pun akhirnya tenggelam, bagian piringanya seakan melambai kearah kami, seraya berpamitan dengan kami semua. Malam pun, menetas. Selasa, 07 April 2015 @Pelukis langit...................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar